Karya ini dipentaskan pada hari Minggu, 14 Oktober 2018, di Kalangan Madya Mandala, Art Centre Denpasar. Konsep garapan ini menggunakan pendekatan kontemporer dengan
perpaduan beberapa elemen pertunjukan. System perpaduannya tidak dapat
dikatakan blending seutuhnya namun semi-blending atau kolase yang tetap mempertahankan struktur asli
di setiap bagian elemen. Pasantian yang berisikan Juru Tembang dan Juru Artos
membawakan 5 (lima) buah pupuh yang akan menjadi guide line dan sekaligus narasi bagi keseluruhan garapan. Pupuh
yang digunakan seutuhnya baru dengan mencermati kebutuhan setiap adegan. Elemen
lainnya seperti teater, tari, dan yoga diposisikan sebagai unsur visual yang
lebih pada peraga dari syair yang dilantunkan pada pupuh.
Cerita yang dibawakan merupakan cerita yang sudah sering
diperdengarkan dan dijadikan sebuah garapan pertunjukan oleh beberaa seniman
lainnya. Cerita ini bersumber pada kakawin Siwaratri Kalpa yang didalamnya
terdapat cerita seorang pemburu yakni I Lubdhaka. Penggunaan cerita ini karena
kami ingin mengedepankan konsep mulat sarira. Konsep Mulat Sarira (introspeksi
diri) mengajarkan untuk melihat ke dalam diri masing-masing. Berkaitan dengan
hal tersebut IHDN yang merupakan Perguruan Tinggi berbasis Agama Hindu menilik
potensi-potensi yang ada di dalamnya. Perpaduan dalam visualisasi karya
merupakan penggabungan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di IHDN
Denpasar itu sendiri, terdiri dari UKM Tari, UKM Tabuh, UKM Yoga, UKM Tabuh,
UKM Dharmagita dan lainnya. Secara langsung kami ingin mengedepankan potensi
internal yang ada di lingkungan IHDN Denpasar. Dengan karya ini paling tidak
bisa merepresentasikan jati diri IHDN Denpasar, agar terlihat konteks dari
keberadaan kampus IHDN sendiri dan agar tidak want a be menjadi atau meniru kampus dengan kontekstual lainnya.
Selain itu karya ini juga sebagai ungkapan kegelisahan kami terhadap pemaknaan
kata “ Jagra”yang sering diidentikan
dengan begadang satu malam pada malam Siwaratri yang memiliki pemaknaan bias
dalam peleburan dosa. Sedangkan kenyataan yang terjadi,begadang pada malam
Siwaratri hanya dijadikan sebuah moment menikmati malam hingga pagi dengan
beragam kegiatan yang positif hingga negative oleh beberapa masyarakat Hindu
Bali.
Karya
ini didukung oleh 35 mahasiswa IHDN Denpasar dan juga didukung oleh Sekdut
Junior sebagai pemain teater
Tidak ada komentar:
Posting Komentar