Pages

Rabu, 17 Oktober 2018

Ngurit Latri: Bali Mandara Nawanatya III



Karya ini dipentaskan pada hari Minggu, 14 Oktober 2018, di Kalangan Madya Mandala, Art Centre Denpasar. Konsep garapan ini menggunakan pendekatan kontemporer dengan perpaduan beberapa elemen pertunjukan. System perpaduannya tidak dapat dikatakan blending  seutuhnya namun semi-blending atau kolase yang tetap mempertahankan struktur asli di setiap bagian elemen. Pasantian yang berisikan Juru Tembang dan Juru Artos membawakan 5 (lima) buah pupuh yang akan menjadi guide line dan sekaligus narasi bagi keseluruhan garapan. Pupuh yang digunakan seutuhnya baru dengan mencermati kebutuhan setiap adegan. Elemen lainnya seperti teater, tari, dan yoga diposisikan sebagai unsur visual yang lebih pada peraga dari syair yang dilantunkan pada pupuh.
Cerita yang dibawakan merupakan cerita yang sudah sering diperdengarkan dan dijadikan sebuah garapan pertunjukan oleh beberaa seniman lainnya. Cerita ini bersumber pada kakawin Siwaratri Kalpa yang didalamnya terdapat cerita seorang pemburu yakni I Lubdhaka. Penggunaan cerita ini karena kami ingin mengedepankan konsep mulat sarira. Konsep Mulat Sarira (introspeksi diri) mengajarkan untuk melihat ke dalam diri masing-masing. Berkaitan dengan hal tersebut IHDN yang merupakan Perguruan Tinggi berbasis Agama Hindu menilik potensi-potensi yang ada di dalamnya. Perpaduan dalam visualisasi karya merupakan penggabungan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di IHDN Denpasar itu sendiri, terdiri dari UKM Tari, UKM Tabuh, UKM Yoga, UKM Tabuh, UKM Dharmagita dan lainnya. Secara langsung kami ingin mengedepankan potensi internal yang ada di lingkungan IHDN Denpasar. Dengan karya ini paling tidak bisa merepresentasikan jati diri IHDN Denpasar, agar terlihat konteks dari keberadaan kampus IHDN sendiri dan agar tidak want a be menjadi atau meniru kampus dengan kontekstual lainnya. Selain itu karya ini juga sebagai ungkapan kegelisahan kami terhadap pemaknaan kata “ Jagra”yang sering diidentikan dengan begadang satu malam pada malam Siwaratri yang memiliki pemaknaan bias dalam peleburan dosa. Sedangkan kenyataan yang terjadi,begadang pada malam Siwaratri hanya dijadikan sebuah moment menikmati malam hingga pagi dengan beragam kegiatan yang positif hingga negative oleh beberapa masyarakat Hindu Bali.
Karya ini didukung oleh 35 mahasiswa IHDN Denpasar dan juga didukung oleh Sekdut Junior sebagai pemain teater