BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Kebudayaan
Jawa terbentuk oleh dua tradisi yang disebut dengan tradisi besar (Kebudayaan
tinggi) dan tradisi kecil (Kebudayaan rendah). Keduanya memunyai perbedaan
yaitu tradisi besar diolah di kuil-kuil dan dapat pula dikatakan kebudayaan
peradapan kota, sedangkan tradisi kecil berlangsung didalam komunitas desa.
Secara singkat dapat disebut tradisi besar terdapat di istana dan kota,
sedangkan tradisi kecil di daerah pedesaan. Namun kedua tradisi tersebut saling
bergantung dan mempengaruhi.
Seperti
contoh tari gambyong yang merupakan tradisi kecil yang berkembang menjadi
tradisi besar. Pada mulanya tari ini lahir dan berkembang di lingkungan
masyarakat yang kemudian berkembang di istana. Tari gambyong memiliki berberapa
jenis yaitu Gambyong, Gambyong Pareanom dan
Gambyong Padhasih (Nyi Bei Mintoraras), Gambyong Pancerana (S.Ngaliman),
Gambyong Mudhatama (Sunarno), dan Gambyong Pangkur Langenkusuma ( R.T Rono Suripto ). Ada dua versi tari gambyong pareanom yaitu versi Mangkunegaraan dan versi
ASKI/PKJT. Dalam menganalisis kali ini menggunakan Tari gambyong pareanom versi
ASKI/PKJT, karena struktur gerak dan iringannya cukup mudah serta video
pertunjukannya mudah didapat dari internet dan buku pandauan. Sehingga dalam menganalisis
tari ini lebih mudah dan cepat dalam penyelesaiannya.
2. Rumusan
Masalah
2.1 Bagaimana struktur geak tari gambyong
pareanom ?
2.2 Apa saja nama gerakan yang ada pada
Gendhing Gambirsawit kethuk 4 kerep sepanjang 2 gong ?
2.3 Apa saja fungsi pada gerakan tersebut ?
3. Tujuan
3.1 Mengetahui dan menambah pengetahuan
tentang tari gambyong pareanom
3.2 Mengetahui struktur gerak yang ada pada
setiap iringan gendhing tari gambyong pareanom
3.3 Melestarikan tari gambyong pareanom
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sejarah
Istilah
gambyong mulai digunakan dalam serat Centhini yang ditulis abad XVIII. Bentuk
pertunjukan tari teledhek yaitu menampilakan penari dan penyanyi (Tembang) atau
sering disebut dengan angigel angidung. Nama gambyong semula adalah nama seorang warangganaI yang pandai menari dengan
sangat indah dan lincah yaitu Mas Ajeng Gambyong. Pada zaman pemerintahan
Susuhan Paku Buwono IV, tari gambyong mendapatkan perubahan pada koreografinya
dengan mengubah gerakan dari tari teledhek menjadi gerakan yang sesuai dengan
kaedah-kaedah pada tarian keraton. Setelah itu, tahun 1950 munculah tari
gambong pareanom susunan dari Nyi Bei Montoraras. Tari ini memiliki bentuk yang
berbeda dengan bentuk tari gambyong sebelumna, baik dari susunan tari, iringan,
tata rias, dan busananya. Bentk tari gambyong pareanom ini disusun berdasarkan
tari Serimpi, tari Golek, dan Gambyong dengan berpijak pada kaedah tari istana.
Secara
lahiriah tari gambyong pareanom menampilkan tentang keprigelan wanita yang meliputi tregel
(lincah), kenes (genit), kewes (lemah gemulai), luwes (tidak canggung), prenes (lincah), dan berag (gembira). Fungsi dari tari
gambyong pareanom adalah sebagai hiburan masyarakat Jawa yang disajika dalam
acara hari ulang tahun kenegaraan, pernikahan, dan khitanan. Fungsi tari gambyong dalam kehidupan masyarakat dulunya
berfungsi sebagai pertunjukan hiburan bagi Sinuhun Paku Buwono keenam dan tari untuk penyambutan tari penyambutan
ketika ada tamu kehormatan berkunjung ke Kesunanan Surakarta , sedangkan sekarang berkembang sebagai hiburan pertunjukan
bagi masyarakat luas Biasanya, tari Gambyong dimainkan ketika warga Jawa Tengah
menyelenggarakan pesta pernikahan adat. Sebagai promosi budaya Jawa Tengah,
Gambyong juga seringkali dimainkan di beberapa daerah selain Surakarta.
b. Struktur
Gerak dan Iringan
Gerak tangan pada
Tari Gambyong Pareanom versi ASKI/PKJT dengan Ciblon gendhing Gambirsawit,
kethuk 2 kerep 2 gongan :
1.
Batangan,
pada 3 ½ gatra kenong I
2.
Magak,
pada ½ gatra kenong I
3.
Ukel
pakis, pada ½ gatra kenong 2 dan 2 ½
gatra kenong III
4.
Singget
ukel karna, pada 1 ½ gatra kenong III
5.
Penthangan
kanan ogek lambung, pada 2 ½ gatra kenong III
6.
Magak,
pada ½ gatra kenong IV
7.
Kawilan
menthang kiri, pada 2 ½ gatra kenong IV
8.
Tumpang
Tali glebegan, pada 1 gatra kenong IV
9.
Tumpang
Tali glebegan (lanjutan), pada 2 ½ gatra kenong I
10. Singget ukel karna, pada 1 ½ gatra
kenong I
11. Magak, pada ½ gatra kenong I
12. Tawing taweng ogek lambung, pada 1
gatra kenong I dan 2 ½ gtra kenong II
13. Singget ukel karna, pada 2 ½ gatra
kenong II
14. Magak, pada ½ gatra kenong II
15. Tumpang tali kengseran, pada 1 gatra
kenong II dan 2 ½ gatra kenong III
16. Singget ukel karna, pada 1 ½ gatra
kenong III
17. Magak, pada ½ gatra kenong IV
18. Kawilan menthang kiri, pada 2 ½ gatra
kenong IV
c. Definisi
dan Fungsi
1.
Ciblon
Merupakan sebuah
iringan pada bagian tari gambyong ( variasi kendangan ) atau berketimpungan
yang menggambarkan persetubuhan pria dan wanita.
2.
Batangan
Istilah “batangan”
berasal dari kata mbatang (bahasa
Jawa) yang mempunyai arti meramalkan dan dalam konteks ini berarti meramalkan
masa depan sang bayi. Gerak ini dilakukan dengan berpindah tempat. Atau bisa
dikatakan, mengungkapkan tentang anak yang diharapkan dan akan dilahirkan.
Gerakannya mengalun kedua lengan, dilakukan brgantian oleh lengan kanan dan
kiri, yang diikuti gerak vertikal dari seluruh tubuh
3.
Magak
Berdiri dalam posisi
tanjak, lengan kiri terentang ke sisi tubuh, dengan siku kanan ditekuk, tangan
kanan di depan pusar, dan disertai kepala
4.
Ukel
pakis
Kedua tangan di depan
pusar, tnagan kiri ngithing dan
telapak tangan menghadap ke bawah. Tanga kanan diputar di bawah tangan kiri,
telapak tangan menghadap k eats dan ke bawah dalam gerak yang berkesinambungan.
Gerak ini dilakukan dengan kombinasi gerak tubuh dan kepala mengikuti pola
irama permainan kendang. Gerak ini menggambarkan kedamaian hidup.
5.
Singget
ukel karna
Gerak tangan kanan
mengibaskan sampur ke samping kanan, kemudian diangkat di samping telinga kanan
dan memutar pergelangan tangannya diikuti hentakan kaki kiri. Gerak ni dignakan
sebagai transisi rangkaina gerak pokok dengan berikutnya. Gerakan ini
menggambarkan kemarahan atau sekatan.
6.
Penthangan
kanan ogek lambung
7.
Kawilan
menthang kiri
Bediri dengan kedua
lutut ditekuk, lengan kiri terentang ke samping, sementara itu lengan kanan
dilipat dengan tangan di depan pusar aau memegangi sampur, lutut diayun turun
naik dengan melipat dan meluruskan sendi lutut secara lembut, dengan mengikuti
irama kendang
8.
Tumpang
tali glebegan
Tumpang ( terletak di
atas ), maju kaki kanan, tangan kanan bergerak ke pinggul kiri dan tangan kiri di
atas tangan kanan, dengan telapak tangan saling berhadapan dan kedua siku
melipat, tubuh condong ke kiri, kemudian maju kiri, tangan kiri bergerak ke
pinggul kiri dan tangan kanan di atas tangan kiri. Gerakan ini dipadukan dengan
membalikan tubuh ke samping kanan dan kiri. Menggambarkan kesenangan dari apa
yang diharapkan.
9.
Tawing
taweng ogek lambung
Tangan kanan dan kiri
berada di depan dada dengan sikap ngrayung,
dilakukan secara bergantian di atas dan di bawah dipadukan dengan gerak
badan goyah ke kanan dan ke kiri. Gerak ini menggambarkan kesigapan dari
pasangan dan kebahagiaan.
10. Tumpang tali kengseran
Gerakan ini sama
dengan Tumpang tali glebegan namun tumpang tali kengseran dipadukan dengan
gerak kengser yaitu gerak menyeret atau menggeser kaki ke aping dengan
mengangkat berganti-ganti tumit dan jari-jari kaki. Gerak ini menggambarkan
tergeliat atau terpelecok.